Pembahasan Pasal 22 UU RI NO 36 Tahun 1999

0 komentar

Rabu, 30 April 2014

Contoh Kasus

Dani seorang mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) jurusan Hubungan Internasional yang berasal dari Kebumen, Jawa Tengah mengaku merasa tertantang dengan pernyataan tim TI (Teknologi Informasi) KPU yang bernilai 152 miliar rupiah, yang dengan gamblangnya menyatakan bahwa sistem keamanan KPU sangat kuat dan tak mungkin kena hack. Akhirnya situs penghitungan hasil pemilu di http://tnp.kpu.go.id bobol dan berhasil dihack pada tanggal 17 April 2004 dan tampilan 24 parpol peserta pemilu diubah. Dani yang bekerja sebagai konsultan TI PT Danareksa ini dijerat dengan pasal 22,38 dan 50 UU no.36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

PERMASALAHAN

Apa yang dilakukan oleh Dani apakah melanggar Pasal 22 UU RI no.36 tahun 1999 tentang telekomunikasi ?

PEMBAHASAN
Menurut saya Dani tidak melanggar Pasal 22 UU RI no.36 tahun 1999

Sesuai dengan tulisan diatas Dani akan dituntut dengan pasal 22 UU RI No.36 tahun 1999. Secara jelas dan gambling kalimat berikut akan menjelaskan per pasal yang dituduhkan kepada Dani.

Pasal 22 berbunyi:

Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah atau memanipulasi:

a.      akses ke jaringan telekomunikasi, dan atau
b.      akses ke jasa telekomunikasi; dan atau

c.       akses ke jaringan telekomunikasi khusus


Isi pasal akan bisa menjatuhkan jika diartikan secara per kalimat contoh Kalimat “Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah atau memanipulasi”. Jika hanya penggalan kalimat ini yang dijadikan sebagai acuan untuk menjerat Dani jelas-jelas isi pasal ini terkesan dipermainkan !! Dan Jelas kelihatan bahwa hukum hanya berpihak kepada siapa yang mempunyai uang dan kekuasaan.

Jika isi pasal dibaca secara keseluruhan dan diartikan secara keseluruhan mungkin akan menjadi pertanyaan-pertanyaan dan bila melihat kalimat “Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah atau memanipulasi”. Berarti ada 3 kalimat mendasar yang bisa dijadikan dasar pertanyaan yaitu :

-          perbuatan tanpa hak
-          tidak sah

-          manipulasi

Untuk selanjutnya kalimat tidak sah diartikan sebagai “perbuatan tidak sah” dan kata manipulasi diartikan sebagai “perbuatan manipulasi”.

ketiga 3 kata mendasar tersebut dipasangkan dengan 3 kalimat yaitu :
         akses ke jaringan telekomunikasi

         akses ke jasa telekomunikasi

         akses ke jaringan telekomunikasi khusus

Rumus perkalian pada matematika 3 kali 3 adalah 9, jadi ada 9 pertanyaan mendasar yang perlu diperjelas yaitu :

Apa yang disebut dan dikategorikan sebagai :

1.   Kalimat Perbuatan tanpa hak
-          Perbuatan tanpa hak akses ke jaringan telekomunikasi
-          Perbuatan tanpa hak akses ke jasa telekomunikasi
-          Perbuatan tanpa hak akses ke jaringan telekomunikasi khusus
2.   Kalimat perbuatan tidak sah
-          Perbuatan tidak sah akses ke jaringan telekomunikasi

-          Perbuatan tidak sah akses ke jasa telekomunikasi
-          Perbuatan tidak sah akses ke jaringan telekomunikasi khusus
3.   Perbuatan manipulasi

-          Perbuatan manipulasi akses ke jaringan telekomunikasi
-          Perbuatan manipulasi akses ke jasa telekomunikasi

-          Perbuatan manipulasi akses ke jaringan telekomunikasi khusus

Dari 9 kalimat pertanyaan diatas, timbul sebuah pertanyaan, apa yang dimaksud
-          Jaringan telekomunikasi

-          Jasa telekomunikasi
-          Jaringan telekomunikasi khusus

Pada UU RI No. 36 Tahun 1999 yang dimaksud dengan
1.      Jaringan Telekomunikasi

Pasal 1 UU RI NO. 36 tahun 1999 menjelaskan tentang arti kata kalimat jaringan telekomunikasi sebagai berikut :

“Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi”

2.      Jasa Telekomunikasi
Pasal 1 UU RI NO. 36 tahun 1999 menjelaskan tentang arti kata kalimat

jasa telekomunikasi sebagai berikut :

“Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi”

3.      Jaringan Telekomunikasi Khusus

Pada UU RI No.36 tahun 1999 ini tidak ada kalimat yang menjelaskan tentang jaringan telekomunikasi khusus ini, namun bila melihat penjelasan tentang arti kalimat Jaringan telekomunikasi, maka bila ditambahkan dengan kata khusus, berarti ada sesuatu jaringan telekomunikasi yang dikhususkan. Kata arti khusus ini bisa lebih menjurus kepada Jaringan Telekomunikasi Negara.








SUMBER :

4.      http://arxiv.org/ftp/arxiv/papers/1006/1006.2107.pdf
5.      http://www.detikinet.com/index.php/detik.read/tahun/2004/bulan/08/tgl/16/t ime/193129/idnews/192396/idkanal/110




ETIKA PROFESI PENGACARA/ADVOKAT

0 komentar

Rabu, 02 April 2014

Pengacara adalah seseorang atau mereka yang melakukan pekerjaan jasa bantuan hukum termasuk konsultan hukum yang menjalankan pekerjaannya baik dilakukan di luar pengadilan dan atau di dalam pengadilan bagi klien sebagai mata pencahariannya.

Berdasarkan kesepakatan bersama dari Dewan Pimpinan Pusat “IKATAN ADVOKAT INDENSIA” (“IKADIN”) Dewan Pimpinan Pusat “ASOSIASI ADVOKAT INODONESIA” (“A.A.I.”) dan Dewan Pimpinan Pusat “IKATAN PENASEHAT HUKUM INDONESIA” (I.P.H.I.”), dengan ini disusunlah satu-satunya Kode EtikProfesi Advokat/Penasehat Hukum – Indonesia.

Kode Etik ini bersifat mengikat serta wajib dipatuhi oleh mereka yang menjalankan profesi Advokat/Penasehat Hukum sebagai pekerjaannya (sebagai mata pencaharian-nya) maupun oleh mereka yang bukan Advokat/Penasehat Hukum akan tetapi menjalankan fungsi sebagai Advokat/Penasehat Hukum atas dasar kuasa insidentil atau yang dengan diberikan izin secara insidentil dari pengadilan setempat. Pelaksanaan dan pengawasan Kode Etik ini dilakukan oleh Dewan Kehormatan dari masing-masing organisasi profesi tersebut, yakni oleh “IKADIN”/”A.A.I.”/”I.P.H.I.”.

Kepribadian Advokat/Penasehat Hukum
  1. Advokat/Penasehat Hukum dalam melakukan pekerjaannya wajib untuk selalu menjunjung tinggi hukum, kebenaran dan keadilan.
  2. Advokat/Penasehat Hukum harus bersedia memberi nasehat dan bantuan hukum kepada setiap orang yang memerlukannya tanpa membeda-bedakan kepercayaan, agama, suku, jenis kelamin, keturunan, kedudukan sosial dan keyakinan politiknya.
  3. Advokat/Penasehat Hukum dalam melakukan perkerjaannya tidak semata-mata mencari imbalan materiil, tetapi diutamakan bertujuan untuk menegakkan hukum, keadilan, dan kebenaran dengan cara yang jujur dan bertanggung jawab.
  4. Advokat/Penasehat Hukum dalam melakukan pekerjaannya bekerja dengan bebas dan mendiri tanpa pengaruh atau dipengaruhi oleh siapapun.
  5. Advokat/Penasehat Hukum wajib memperjuangkan serta melindungi hak-hak azasi manusia dan kelestarian lingkungan hidup dalam Negara Hukum Republik Indonesia.
  6. Advokat/Penasehat Hukum wajib memiliki sikap setia kawan dalam memegang teguh rasa solidaritas antara sesama sejawat.
  7. Advokat/Penasehat Hukum wajib memberikan bantuan pembelaan hukum kepada sejawat Advokat/Penasehat Hukum yang disangka atau didakwa dalam suatu perkara pidana oleh yang berwajib, secara sukarela baik secara pribadi maupun atas penunjukkan/permintaan organisasi profesi.
  8. Advokat/Penasehat Hukum tidak dibenarkan melakukan perkerjaan lain yang dapat merugikan kebebasan, derajat dan martabat Advokat/Penasehat Hukum dan harus senantiasa menjunjung tinggi profesi Advokat/Penasehat Hukum sebagai profesi terhormat (officium nobile).
  9. Advokat/Penasehat Hukum dalam melakukan tugas pekerjaannya harus bersikap sopan santun terhadap para pejabat hukum, terhadap sesama sejawat Advokat/Penasehat Hukum dan terhadap masyarakat, namun ia wajib mempertahankan hak dan martabat Advokat/Penasehat Hukum di mimbar manapun.
  10. Advokat/Penasehat Hukum berkewajiban membela kepetingan kliennya tanpa rasa takut akan menghadapi segala kemungkinan resiko yang tidak diharapkan sebagai konsekuensi profesi baik resiko atas dirinya atau pun orang lain.
  11. Seorang Advokat/Penasehat Hukum yang kemudian diangkat untuk menduduki suatu jabatan Negara (Eksekutif, Legislatif, Yudikatif), tidak dibenarkan untuk tetap dicantumkan/dipergunakan namanya oleh kantor dimana semulanya ia bekerja.

Cara Bertindak Dalam Menangani Perkara
  1. Advokat/Penasehat Hukum bebas mengeluarkan pernyataan-pernyataan atau pendapatnya yang dikemukakan dalam sidang pengadilan, dalam rangka pembelaan suatu perkara yang menjadi tanggung jawabnya, baik dalam sidang terbuka maupun sidang tertutup, yang diajukan secara lisan atau tertulis, asalkan pernyataan atau pendapat tersebut dikemukakan secara proporsional dan tidak berlebihan dengan perkara yang ditanganinya.
  2. Advokat/Penasehat Hukum mempunyai kewajiban untuk memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma (prodeo) bagi orang yang tidak mampu, baik dalam perkara perdata maupun dalam perkara pidana bagi orang yang disangka/didakwa berbuat pidana baik pada tingkat penyidikan maupun di muka pengadilan, yang oleh pengadilan diperkenankan beracara secara cuma-cuma.
  3. Surat-surat yang dikirim oleh Advokat/Penasehat Hukum kepada teman sejawatnya dalam suatu perkara, tidak dibenarkan ditunjukkan kepada Hakim, kecuali dengan izin pihak yang yang mengirim surat tersebut.
  4. Surat-surat yang dibuat dengan dibubuhi catatan “SANS PREJUDICE “, sama sekali tidak dibenarkan ditunjukkan kepada Hakim.
  5. Isi pembicaraan atau korespondensi kearah perdamaian antara Advokat/ Penasehat Hukum akan tetapi tidak berhasil, tidak dibenarkan untuk digunakan sebagai alasan terhadap lawan dalam perkara di muka pengadilan.
  6. Advokat/Penasehat Hukum tidak dibenarkan menghubungi saksi-saksi pihak lawan untuk didengar keterangan mereka dalam perkara yang bersangkutan.
  7. Dalam suatu perkara perdata yang sedang berjalan, Advokat/Penasehat Hukum hanya dapat menghubungi Hakim bersama-sama denganAdvokat/Penasehat Hukum pihak lawan.
  8. Dalam hal meyampaikan surat hendaknya seketika itu juga dikirim kepada Advokat/Penasehat Hukum pihak lawan tembusan suratnya.
  9. Dalam suatu perkara pidana yang sedang berjalam di pengadilan, Advokat/ Penasehat Hukum dapat menghubungi Hakim bersama-sama dengan Jaksa Penuntut Umum.
  10. Advokat/Penasehat Hukum tidak diperkenankan menambah catatan-catatan pada berkas di dalam atau di luar sidang meskipun hanya bersifat “informandum”, jika hal itu tidak diberitahukan terlebih dahulu kepada Advokat/Penasehat Hukum pihak lawan dengan memberikan waktu yang layak, sehingga teman sejawat tersebut dapat mempelajari dan menanggapi catatan yang bersangkutan.
  11. Surat-surat dari Advokat/Penasehat Hukum lawan yang diterma untuk dilihat oleh Advokat/Penasehat Hukum, tanpa seizinnya tidak boleh diberikan surat aslinya/salinannya kepada kliennya atau kepada pihak ke tiga, walaupun mereka teman sejawat.
  12. Jika diketahui seseorang mempunyai Advokat/Penasehat Hukum sebagai kuasa hukum lawan dalam suatu perkara tertentu, maka hubungan dengan orang tersebut mengenai perkara tertentu tersebut hanya dapat dilakukan melalui Advokat/Penasehat Hukum yang bersangkutan atau dengan seizinnya.
  13. Jika Advokat/Penasehat Hukum harus berbicara tentang soal lain dengan klien dari sejawat Advokat/Penasehat Hukum yang sedang dibantu dalam perkara tertentu, maka ia tidak dibenarkan meyinggung perkara tertentu tersebut.
  14. Advokat/Penasehat Hukum menyelesaikan keuangan perkara yang dikerjakannya diselesaikan melalui perantaraan Advokat/Penasehat Hukum pihak lawan, terutama mengenai pembayaran-pembayaran kepada pihak lawan, terkecuali setelah adanya pemberitahuan dan persetujuan dari Advokat/Penasehat Hukum pihak lawan tersebut.
  15. Advokat/Penasehat Hukum yang menerima pembayaran lansung dari pihak lawan, harus segera melaporkannya kepada Advokat/Penasehat Hukum pihak lawan tersebut.
  16. Advokat/Penasehat Hukum wajib menyampaikan pemberitahuan putusan pengadilan mengenai perkara yang ia kerjakan kepada kliennya pada waktunya.

Pelaksanaan Kode Etik Advokat/Penasehat Hukum

Setiap orang yang menjalankan pekerjaannya sebagai Advokat/Penasehat Hukum baik sebagai profesinya ataupun tidak, yang bertindak sebagai kuasa hukum mewakili kepentingan Pemerintah, non Pemerintah atau perorangan, baik tanpa ataupun dengan pemberian izin secara insidental berpraktek di muka pengadilan oleh pengadilan setempat, wajib tunduk dan mematuhi Kode Etik dan Ketentuan tentang Dewan Kehormatan Advokat/Penasehat Hukum Indonesia ini.

Pengawasan atas pelaksanaan kode etik Advokat/Penasehat Hukum ini dilakukan oleh masing-masing Dewan Kehormatan dari organisasi profesi yakni “IKADIN”, “A.A.I.” dan “I.P.H.I.” dengan hak kewenangan memeriksa dan mengadili perkara-perkara pelanggaran kode etik berdasarkan berdasarkan hukum acara peradilan Dewan Kehormatan. Dewan Kehormatan yang berkuasa memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran kode etik ini, dilakukan oleh Dewan Kehormatan dari masing-masing organisasi profesi tersebut.

Dewan Kehormatan yang dimaksud adalah Dewan Kehormatan “IKADIN”, Dewan Kehormatan “A.A.I.” dan Dewan Kehormatan “I.P.H.I.”. Selain dari Dewan Kehormatan dari ke tiga organisasi profesi tersebut, tidak ada badan lain yang berkuasa memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran kode etik profesi Advokat/Penasehat Hukum.

SUMBER :